Sejarah gerakan Pramuka, baik di Indonesia maupun dunia, tidak dapat dipisahkan dari sosok Baden Powell, yang dikenal sebagai Bapak Pandu Sedunia sekaligus pendiri gerakan Pramuka. Sejarah ini berawal ketika Lord Robert Baden Powell Gilwell mengadakan perkemahan pertamanya bersama 22 anak laki-laki pada 25 Juli 1907 di Pulau Brownsea, Inggris. Perkemahan yang berlangsung selama delapan hari tersebut menjadi titik awal lahirnya gerakan Pramuka dunia. Latar belakang militernya menjadikan Baden Powell figur yang disiplin, tegas, dan terampil—karakteristik yang kemudian menjadi ciri khas gerakan Pramuka.
Dalam kesempatan ini, kita akan menelusuri kembali sejarah berdirinya gerakan Pramuka, mencakup peran tokoh pendiri, perkembangan kepramukaan dunia, serta sejarah Pramuka di Indonesia.
Baden Powell: Pendiri Gerakan Pramuka
Seperti telah disebutkan sebelumnya, tokoh utama di balik berdirinya gerakan Pramuka adalah Baden Powell. Membahas Pramuka tanpa menyebut namanya tentu terasa kurang lengkap. Selain sebagai pencetus gerakan kepramukaan sedunia, pengalaman Baden Powell dalam membina remaja di Inggris menjadi dasar dari sistem pendidikan kepramukaan yang kini diterapkan di berbagai negara.
Baden Powell, yang memiliki gelar Chief Scout of the World, lahir di London, Inggris, pada 22 Februari 1857 dengan nama lengkap Robert Stephenson Smyth Powell. Ayahnya, Domine Baden Powell, merupakan seorang profesor geometri di Universitas Oxford yang meninggal ketika Baden Powell masih kecil.
Sejak kehilangan ayahnya, ia mendapatkan pendidikan karakter serta berbagai keterampilan dari ibu dan saudara-saudaranya. Baden Powell sendiri mengakui besarnya peran sang ibu dalam membentuk dirinya, yang pernah ia ungkapkan dalam kalimat: “Rahasia keberhasilan saya adalah ibu saya.”
Sejak kecil, Baden Powell dikenal sebagai anak yang cerdas, ceria, dan memiliki selera humor yang baik, sehingga disukai oleh teman-temannya. Selain itu, ia juga berbakat dalam berbagai bidang, seperti bermain piano dan biola, berenang, berkemah, berlayar, menggambar, menulis, serta bermain teater.
Seiring bertambahnya usia, Baden Powell bergabung dengan militer Inggris dan mengalami berbagai peristiwa penting selama masa tugasnya. Pengalaman-pengalaman tersebut kemudian ia dokumentasikan dalam sebuah buku berjudul Aids to Scouting, yang diterbitkan pada tahun 1899. Buku ini berisi panduan bagi tentara muda Inggris dalam menjalankan tugas di lapangan. Tanpa disangka, Aids to Scouting mendapat sambutan luar biasa di Inggris, bahkan banyak dibaca oleh para guru dan organisasi kepemudaan.
Melihat antusiasme yang tinggi terhadap bukunya, William Alexander Smith, pendiri sebuah organisasi pemuda di Inggris, menyarankan Baden Powell untuk menulis ulang buku tersebut dengan menyesuaikan isinya agar lebih relevan bagi remaja di luar lingkungan militer. Saran itu diterima dengan baik oleh Baden Powell, yang kemudian melakukan revisi agar buku tersebut lebih sesuai untuk pembinaan kepemudaan.
Untuk menguji konsep dalam buku barunya, Baden Powell mengadakan sebuah perkemahan di Pulau Brownsea, Inggris, bersama 22 remaja dengan latar belakang yang beragam. Perkemahan ini berlangsung selama delapan hari, dari 25 Juli hingga 2 Agustus 1907. Pengalaman ini semakin mengukuhkan tekad Baden Powell untuk mengembangkan gerakan kepanduan. Bahkan, pada tahun 1910, ia memilih pensiun dari dinas militer dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal agar dapat sepenuhnya fokus dalam mengembangkan pendidikan kepramukaan—sebuah dedikasi luar biasa demi kemajuan gerakan Pramuka.
Pada tahun 1939, Baden Powell bersama istrinya memutuskan untuk pindah dan menetap di Nyeri, Kenya. Seiring bertambahnya usia, kesehatannya mulai memburuk, hingga akhirnya pada 8 Januari 1941, Baden Powell mengembuskan napas terakhirnya. Ia dimakamkan di pemakaman St. Peter, Nyeri, Kenya, meninggalkan warisan besar dalam dunia kepanduan yang terus hidup hingga kini.
Sejak Baden Powell menerbitkan Scouting for Boys pada tahun 1908, buku tersebut menjadi landasan utama lahirnya gerakan Pramuka. Buku ini awalnya ditulis sebagai panduan bagi kegiatan perkemahan yang dirintisnya. Kepopulerannya tidak hanya terbatas di Inggris, tetapi juga menyebar ke berbagai negara, memicu berdirinya organisasi-organisasi Pramuka. Pada awalnya, gerakan ini hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki dengan nama Boys Scout. Baru pada tahun 1912, dengan bantuan adik perempuannya, Agnes, Baden Powell mendirikan organisasi kepanduan khusus untuk perempuan yang diberi nama Girl Guides.
Tidak butuh waktu lama bagi gerakan Pramuka untuk berkembang pesat di seluruh Inggris dan Irlandia. Pada tahun 1910, organisasi Pramuka telah berdiri di berbagai negara seperti Finlandia, Denmark, Argentina, Prancis, Jerman, Yunani, Meksiko, India, Belanda, Rusia, Norwegia, Singapura, Amerika Serikat, dan Swedia. Seiring perkembangan tersebut, Baden Powell terus mengembangkan sistem pendidikan kepramukaan. Pada tahun 1916, ia mendirikan kelompok kepanduan untuk anak-anak usia siaga yang diberi nama CUB (anak serigala). Kegiatan dalam kelompok ini terinspirasi dari The Jungle Book karya Rudyard Kipling, yang mengisahkan petualangan Mowgli, anak manusia yang dibesarkan oleh induk serigala di dalam hutan.
Pada tahun 1918, Baden Powell memperkenalkan Rover Scout, sebuah kelompok kepanduan yang ditujukan bagi remaja berusia 17 tahun ke atas. Kemudian, pada tahun 1922, ia menerbitkan buku Rovering to Success (Mengembara Menuju Bahagia), yang menggambarkan perjalanan seorang pemuda dalam mengayuh perahunya menuju kebahagiaan.
Jambore Dunia pertama diadakan pada 30 Juli hingga 8 Agustus 1920 di Olympia Hall, London. Acara ini dihadiri oleh 8.000 anggota Pramuka dari 34 negara. Dalam kesempatan tersebut, Baden Powell dianugerahi gelar Chief Scout of The World atau Bapak Pandu Sedunia. Pada tahun yang sama, dibentuk Dewan Internasional Pramuka yang terdiri dari sembilan anggota, dengan kantor sekretariatnya berpusat di London. Namun, pada tahun 1958, kantor ini dipindahkan ke Ottawa, Kanada, sebelum akhirnya berpindah lagi ke Geneva, Swiss, pada tahun 1968.